Translate

Jumat, 31 Juli 2009

JOGJA KEMBALI

KETIKA LULUH LANTAK DALAM KOBARAN REVOLUSI
SEMANGAT RAKYAT MELENGGANG DI CAKRAWALA
SEGELINTIR ILMUWAN DAN ILMUWATI, SEGELINTIR PAKAR
SEGELINTIR CENDEKIAWAN.......YANG BANYAK HANYA
MEREKA YANG MENIMANG PACUL DAN CAMBUK PENGHALAU TERNAK
DI ANTARA PAGI DAN SENJA.....MALAM BUKAN PULA MELEPAS PENAT
ENTAH APA YANG AKAN DIKATAKAN REMBULAN PADANYA
MEREKA YANG HIDUP DENGAN VISI SEHARI
MAKAN TIWUL APA MAKAN UBI
TETAPI JOGJAKU TETAP KEMBALI

SETENGAH ABAD BERLALU..........TERSISA SAKSI BISU
YANG DISELIMUTI DEBU
SEMANGAT RAKYAT MELENGGANG JADI TONTONAN
PARA KEPARAT .......
HARA KIRI KEMBALI TERJADI ......
BUKAN MELAWAN PENJAJAH ASING YANG BAU PESING
TAPI MELAWAN TANGIS BOCAH TAK BERDOSA
YANG HARAPANNYA TINGGAL TATAPAN HAMPA
ADA DI SUDUT PASAR, ADA DI PRAPATAN, ADA DI EMPERAN
ADA DI......GUNUNG KIDUL, ADA DI BANTUL, DI SLEMAN
SEGUDANG ILMUWAN DAN ILMUWATI, SEGUDANG PAKAR, SEGUDANG CENDEKIAWAN
DAN JOGJAPUN TETAP KEMBALI................
KEMBALI TERPURUK...........AMBRUK..........BRUK
LIHATLAH ....GATOT KACA KINI TIDAK BERDAYA
KURAWA MENEPUK DADA
PULUHAN SENGKUNI LEHA-LEHA BEREBUT LAPTOP
KETIKA RAKYAT MENGAIS DI RERUNTUHAN PUING-PUING
KAPAN JOGJAKU KEMBALI.......
JOGJA, 7 MEI 07

Korupsi di Indonesia seperti Fenomena Gunung Es

Korupsi di Indonesia adalah masalah yang sangat serius dan membutuhkan pemikiran keras dalam upaya memberantasnya. Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk berdasarkan UU No. 30 tahun 2002 sebagai lembaga independent merupakan bukti keseriusan Pemerintah dalam upaya memberantas korupsi. Beberapa tahun belakangan KPK telah menunjukkan prestasi yang positif ini terbukti dengan tertangkapnya beberapa koruptor yang notabene merupakan orang-orang penting di negeri ini. KPK berhasil menepis isu “ Tebang Pilih” dalam pemberantasan korupsi, dan indicator pentingnya adalah penangkapan Aulia Pohan yang tergolong merupakan orang dekat Presiden (Besan Presiden RI).

KPK dalam beberapa tindakannya juga telah membuktikan sebagai lembaga yang benar-benar kredibel dan dapat dipercaya. Ranah DPR, Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman yang pada masa sebelum reformasi dianggap sebagai ranah sakral dan kebal hukum ternyata KPK telah memasukinya untuk memburu koruptor yang bercokol dalam lembaga-lembaga tersebut.

Keberhasilan KPK dalam mengungkap berbagai kasus korupsi di Indonesia menimbulkan beberapa pertanyaan. Apakah korupsi di Indonesia akan tuntas atau apa yang telah dilakukan oleh KPK merupakan suatu permulaan dari sebuah upaya yang sudah cukup menelan biaya banyak dalam memberantas korupsi ?. Pernyataan berbagai lembaga survey korupsi baik yang berkapasitas Internasional ataupun nasional tentang buruknya korupsi di Indonesia dan mencuatnya berbagai pemberitaan di media masa kemudian dengan adanya tuntutan keseriusan pemberantasan korupsi di daerah-daerah yang dilakukan oleh masyarakat, hal itu semua mengindikasikan adanya suatu “fenomena gunung es” terhadap masalah korupsi di Indonesia.

Pengungkapan korupsi saat ini diasumsikan sebagai puncak gunung es di tengah laut yang tampak hanya ujungnya, akan tetapi yang tidak tampak sebenarnya sangatlah besar. Artinya bahwa pekerjaan rumah KPK sangat banyak dan perjalanan dalam menuntaskan pemberantasan korupsi masih panjang. Kekhawatirannya adalah jika koruptor di Indonesia memiliki semboyan “gugur satu tumbuh seribu” yang dikarenakan lemahnya supremasi hukum. Sebuah ilustrasi sederhana berikut dapat memberikan gambaran mengapa koruptor tidak kapok dan hukuman dia dapatkan tidak menimbulkan efek jera pada koruptor baik yang sudah tertangkap maupun belum terungkap.

Apabila seseorang pejabat di Departemen Kesehatan misalkan melakukan korupsi sebesar lima milyar rupiah (Rp. 5 M) dalam pengadaan alat kesehatan dan kemudian di depositokan, maka bunga deposito lebih dari cukup untuk pensiun jika tertangkap dan harus mendekam di hotel prodeo selama lima tahun yang ternyata hanya dilakoni tiga tahun, karena dipotong berbagai prestasi selama menjalani masa hukuman seperti berkelakuan baik, remisi pada hari raya, remisi hari besar nasional, atau yang lebih ekstrim lagi adalah lancarnya upeti kepada sipir penjara yang bergaji sangat kecil. Penghasilannya tidak bisa menutupi kebutuhan sehari-hari karena anaknya yang sedang kuliah di fakultas hukum membutuhkan biaya relatif besar. Dengan demikian hotel prodeo pun disulap menjadi hotel berbintang.

Ilustrasi di atas bukan sesuatu yang mustahil terjadi di Indonesia, dan lebih pantas disebut sebagai lingkaran setan yang terjadi dalam system pemerintahan Indonesia. Dalam konsep New Public Management menurut Mahmudi (2005), yang menjadi masalah dalam penerapan di negara berkembang seperti Indonesia salah satunya adalah lemahnya penegakan hukum. Alasan yang sama juga berpotensi sebagai penyebab mewabahnya korupsi di Indonesia. Proses tender, proHarapan publik saat ini hanya pada lembaga Independent seperti KPK dan LSM, karena publik telah kehilangan kepercayaan kepada lembaga-lembaga kontrol pemerintah. ses legislasi, merupakan lahan subur untuk tumbuhnya korupsi. Intervensi politik yang besar termasuk politisasi penyediaan pelayanan publik, pemberian kontrak kepada kroni-kroni penguasa (Mahmudi, 2005) merupakan faktor utama lainnya selain lemahnya penegakan hukum.

Regulasi pemerintah yang mengatur proses pengadaan barang dan jasa, diyakini belum dapat menekan tingkat kebocoran karena korupsi. Masih banyak celah kosong yang memberikan peluang untuk terjadinya kebocoran.dalam proses pelaksanaan tender di Pusat. Pada tingkat pusat, kemungkinan masih dapat untuk dilakukan kontrol terhadap celah-celah kosong tersebut terutama oleh pihak KPK. Sedangkan di daerah lembaga kontrol tidak berfungsi optimal bahkan boleh dikatakan mandul seperti inspektorat, BPKP, dan dari pihak masyarakat seperti LSM di daerah yang kekurangan financial sehingga justru terjadi paradoksal dari fungsi LSM itu sendiri. Permasalahan yang timbul justru karena proyek-proyek tersebut merupakan jatah dari gubernur, bupati/walikota, anggota dewan yang terhormat, dan kroni-kroni mereka, sehingga antara mereka sudah TST (Tahun Sama Tahu). Di sisi lain KPK jangkauannya terbatas sehingga hanya mengandalkan pengaduan yang sebenarnya kasus korupsi bukanlah delik aduan. Apakah adanya jaminan keamanan mutlak bagi si pelapor ?. Apakah berdampak langsung terhadap kesejahteraan si pelapor ?. Apakah tindakan yang mengandung resiko tinggi sesuai dengan imbalan yang di dapat bagi pelapor ?.

Korupsi di Indonesia berjalan secara sistematis, maka upaya pencegahan dan pemberantasannya adalah dengan memperbaiki sistem yang ada secara keseluruhan, atau memperbaiki komponen sistem secara gradual terutama dengan memotong mata rantai pada lingkaran setan. Harapan publik saat ini hanya pada lembaga Independent seperti KPK, LSM, serta Media Massa yang ada karena publik telah kehilangan kepercayaan kepada lembaga-lembaga kontrol pemerintah. Semoga KPK dapat meningkatkan prestasi, karena asumsi korupsi di Indonesia seperti “Fenomena gunung es” adalah realita saat ini yang tidak dapat dipungkiri.

Daftar Pustaka :

Dunn, W.N. (2000) Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hasibuan, M.S.P (2006) Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.

Mahmudi (2005) Manajemen Kinerja Sektor Publik. Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. Yogyakarta.

Muhadjir, H.N. (2000) Kebijakan dan Perencanaan Sosial Pengembangan Sumber Daya Manusia Telaah Cross Discipline. Rake Sarasin. Yogyakarta.