Translate

Kamis, 31 Desember 2009

KRISIS ENERGI LISTRIK DI INDONESIA

Sebuah fenomena baru yang terjadi di Indonesia adalah masalah krisis energi listrik. Hampir menyeluruh di berbagai wilayah bahkan di wilayah Jawa dan Bali yang memiliki konsumen terbesar dan sebelumnya tidak terdengar adanya masalah serius dalam produksi, kini mulai tersentuh dengan apa yang menjadi momok bagi customer yaitu pemadaman bergilir. Mungkin jika alasan pemadaman bergilir selama beberapa jam dan rentang waktu antara pemadaman relatif panjang dalam rangka pemeliharaan jaringan rutin, customer tidak mempermasalahkan. Namun akhir-akhir ini intensitas pemadaman semakin kerap dan sangat mengganggu terutama bagi customer yang menggantungkan energi listrik dalam proses produksi di perusahaan dalam kapasitas besar.
Pada umumnya produksi listrik di Indonesia dihasilkan dengan menggunakan tenaga air (PLTA), tenaga Diesel (PLTD), dan tenaga uap (PLTU). Dalam pengembangannya seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi sebagian kecil wilayah (terutama di daerah pedalaman) memanfaatkan tenaga matahari sebagai pembangkit (Solar Cell), akan tetapi hal ini belum bisa memecahkan masalah krisis energi listrik di Indonesia. Energi alternatif yang sedang dilirik oleh pemerintah Indonesia adalah pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), walaupun tantangannya sangat berat dan merupakan dilema mengingat bahaya yang ditimbulkan apabila terjadi kecerobohan sangat besar. Radiasi yang dihasilkan oleh nuklir dapat mengakibatkan bencana bagi umat manusia. Masih teringat dalam fikiran kita peristiwa Cernobil di Rusia (dulu masih Uni Sovyet) dengan bocornya reaktor nuklir yang tidak sedikit memakan korban dan terjadinya kerusakan lingkungan yang cukup besar.
Ada berbagai hal yang menyebabkan terjadinya krisis energi listrik di Indonesia. Sudah dapat dipastikan penyebab utama adalah meningkatnya permintaan yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi listrik oleh PLN. Meningkatnya permintaan dikarenakan adanya pertumbuhan penduduk, industrialisasi seiring dengan iklim investasi yang semakin kondusif dan adanya revolusi teknologi yang dominan mengandalkan energi listrik sebagai sumber energi, seperti contoh adalah merambahnya komputer, televisi, dan berbagai peralatan rumah tangga yang cenderung menggunakan energi listrik dalam pengoperasianya. Permintaan tersebut bergerak secara eksponensial. Sedangkan produksi listrik masih bersifat konvensional serta terhambat dengan masalah sumber penggerak generator seperti terjadinya penurunan debit air di beberapa PLTA, kemudian krisis energi penggerak dari sumber yang tidak dapat diperbaharui seperti bahan bakar minyak dan batu bara.

KRISIS MANAJEMEN PT PLN
Apa sebenarnya yang sedang terjadi dalam tubuh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) sekarang ini?. Analisis ini berdasarkan asumsi-asumsi yang mengacu pada fakta-fakta di lapangan. Menurut hukum ekonomi bahwa jika permintaan (demand) meningkat sedangkan jumlah produksi tetap maka harga akan naik. Bagi sebuah perusahaan maka sudah sewajarnya jika mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya produksi sekecil mungkin. Sepertinya hal ini tidak berlaku di Perusahaan Listrik Negara (PLN) dikarenakan dalam penetapan tarif tidak mengacu mekanisme pasar. Adanya regulasi yang mengatur tarif dasar listrik (TDL) berpeluang menimbulkan masalah manajemen dalam pengelolaan keuangan perusahaan itu sendiri. Apalagi jika adanya intervensi sebagai akibat konflik kepentingan dalam konstelasi politik. Kondisi paling rawan dalam penetapan TDL adalah ketika berdasarkan audit dan analisis keuangan perusahaan mengharuskan TDL naik, sementara pada saat yang bersamaan mendekati pemilihan presiden atau pemilihan legislatif. Kecenderungan keputusan yang diambil oleh pemerintah adalah memberikan subsidi yang pada akhirnya harus menghambur-hamburkan cadangan devisa untuk kemakmuran pengusaha.
Fleksibilitas dalam penetapan TDL sebenarnya harus diterapkan, atau pemerintah secepatnya harus dapat memecahkan formula yang lebih akurat dalam penetapan tarif dasar listrik tanpa adanya pihak-pihak yang merasa dirugikan baik dari produsen maupun konsumen atau bahkan segera memgambil keputusan pencarian dan penggunaan sumber energi penggerak alternatif yang lebih efisien dengan mengerahkan ilmuwan dan teknisi yang sekarang lebih senang berebut menjadi PNS atau sekedar menjadi operator alat-alat yang dibeli secara instan dengan gaji menggiurkan. Beberapa negara di Eropah telah menggunakan tenaga kincir angin sebagai penggerak generator, mengapa tidak mengadopsi teknologi yang ramah lingkungan tersebut? Jika memang tidak memungkinkan karena perbedaan faktor pendukung (non financial), mengapa tidak di teliti penggunaan tenaga kerbau, sapi, atau kuda? kedengarannya memang menggelikan, tetapi sebenarnya bukan hal yang mustahil untuk diujicobakan (jika memang belum diteliti).
PLN rugi, pelanggan rugi, siapa yang di caci?. Permasalahan energi listrik mencuat secara tajam ketika harga BBM melonjak melampau ambang batas psikologis. Terjadi pembengkakan biaya operasional pembangkit di hampir seluruh wilayah Indonesia yang sebagian besar menggunakan PLTD. Data kuantitatif memang tidak disajikan, akan tetapi secara kualitatif dapat digambarkan bahwa kondisi tersebut dengan serta merta akan melibatkan pemerintah mengambil keputusan dalam mengendalikan defisit keuangan PT PLN yang tidak memiliki daya upaya mengendalikan TDL. Subsidi dalam trliunan rupiahpun terpaksa di gelontorkan sambil menanti bergainning politik antara eksekutif dan legislatif yang cukup alot dan lama dalam penetapan TDL baru. Setelah itu, apakah masalah telah terpecahkan? Kurang lebih tiga tahun berlalu sejak terjadi kenaikan TDL terakhir pada tahun 2007, apakah keuangan PT PLN semakin sehat atau semakin terpuruk?. Indikator realitas lapangan dapat menjelaskan kemungkinan terjadinya mismanajemen dalam PT PLN antara lain : 1. Terjadinya pemadaman bergilir dengan intensitas relatif tinggi. 2. Daftar tunggu pasang baru yang relatif sangat lama terutama di daerah dengan pembangkit PLTD (sampai lima tahun) 3. Pencurian strum yang dilegalkan 4. Adanya oknum PLN yang melakukan bisnis diluar kontrol PLN dan masih banyak kemungkinan lain terjadi yang tidak terpantau terutama manajemen dalam tubuh PLN sendiri.
Terjadinya pemadaman bergilir.
Dalam beberapa bulan terakhir (akhir 2009), berbagai televisi nasional menyajikan berita di beberapa wilayah terjadi pemadaman bergilir hingga terjadi demonstrasi memprotes pemadaman bergilir yang dilakukan PT PLN. Sebelumnya juga Presiden secara tidak langsung menyindir kinerja PT PLN karena melakukan pemadaman bergilir. Berita yang lain adalah adanya keluhan kalangan pengusaha/investor yang merasa dirugikan karena pemadaman yang dilakukan PT PLN. Apakah ini suatu kebetulan atau kewajaran?, atau memang ada skenario lain dalam manajemen PT PLN?.
Jika dianalisa secara cermat, opsi pemadaman listrik akan diambil jika ternyata dapat menghemat biaya operasional yang relatif besar dibanding dengan marjin yang diperoleh dari penjualan produk yang pada kenyataannya sangat tipis, apalagi di beberapa wilayah terjadi defisit, sehingga harus terjadi subsidi silang antar wilayah. Sedangkan alasan lain dari pemadaman listrik dikarenakan adanya produksi yang tidak dapat mensuplai semua wilayah, yang tidak masuk akal ini terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Celakanya , jika ini benar dilakukan oleh PT PLN dalam rangka melakukan penghematan, maka jelas konsumen nyata sangat dirugikan apalagi pelanggan di daerah penyangga (biasanya daerah terpencil) yang harus tanggung resiko pemadaman setiap saat tanpa adanya pemberitahuan, yang terkadang mati dua jam, nyala 20 menit. Kerugian yang ditanggung konsumen : 1. Biaya beban yang harus dibayar sama dengan konsumen lain yang tidak terkena dampak pemadaman, 2. Rentan terjadinya kerusakan barang-barang elektronik, 3. Bagi pengusaha adanya hambatan proses produksi terutama dari usaha yang menggunakan mesin-mesin produksi yang mengandalkan energi listrik, contoh sederhananya mesin photo copy, mesin percetakan, dan lain-lain.

Daftar tunggu pasang baru yang relatif sangat lama.
Di daerah yang menggunakan PLTD terutama daerah kepulauan bagi calon pelanggan harus menunggu dalam waktu yang relatif lama bahkan hingga sampai lima tahun baru mendapatkan pemasangan baru. Alasan dari pihak PLN adalah kapasitas mesin yang ada tidak mampu mensuplai jika permintaan harus segera dipenuhi. Alasan lainnya adalah menunggu pemasangan mesin baru. Setelah terjadi pemasangan mesin baru hanya dalam beberapa bulan kemudian adanya alasan lain yaitu salah satu mesin terjadi kerusakan dan suku cadangnya hanya ada di luar negeri hingga bertahun-tahun mesin tersebut dibiarkan mangkrak. Segudang alasan diungkapkan untuk kemudian berakhir dengan salah satunya tidak menerima pemasangan baru sebelum semua calon pelanggan yang masuk daftar tunggu telah terpasang. Salah satu dampak dari tidak adanya/lamanya pemasangan baru di beberapa tempat sangat merugikan bisnis perumahan terutama RSS yang sebagian besar di minati oleh masyarakat kalangan bawah karena biasanya calon pembeli menanyakan fasilitas apa saja yang dijamin oleh pengembang dan kemudian jika ternyata tidak adanya sambungan listrik yang dijamin, peluang besar calon pembeli langsung putar haluan seratus delapan puluh drajad alias melakukan pembatalan.

Pencurian strum yang dilegalkan.
Dalam ketentuan apabila rumah tidak memiliki jaringan listrik dan kemudian menarik jaringan dari rumah lain maka tergolong pelanggaran atau kasarnya melakukan pencurian strum atau mungkin ada istilah lain yang lebih halus, tetapi pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilegal yang dapat dikenakan sanksi hukum. Tentunya sangat logis jika peraturan itu diterapkan karena dengan pertimbangan jaringan liar sangat membahayakan atau rentan terjadinya kecelakaan karena pemasangan yang tidak memenuhi standar. Kerugian lainnya antara lain PT PLN dapat mengalami kerugian yang disebabkan rumah yang mengambil arus/strum dari rumah lain berarti PT PLN akan kehilangan beberapa komponen dalam perhitungan biaya-biaya yang harus dibayar oleh pelanggan seperti biaya beban bulanan dan biaya pemasangan baru.
Ketentuan di atas di beberapa daerah secara otomatis tidak berlaku jika PT PLN ternyata tidak melayani pemasangan baru atau lamban memenuhi pemasangan baru, karena ketentuan tersebut berlaku apabila PT PLN dapat memberikan pelayanan prima dalam memenuhi kebutuhan calon pelanggan. Dengan demikian kasus tersebut tidak ubahnya telah melegalkan pencurian strum/arus listrik. Apakah ini suatu keuntungan bagi PT PLN atau kerugian? Sedangkan bagi calon pelanggan sudah dapat dipastikan merupakan suatu kerugian karena belum dapat menikmati sepenuhnya penggunaan fasilitas listrik karena beberapa hal seperti: 1. Keterbatasan pemanfaatan listrik karena harus berbagi dengan rumah lain. 2. Berpeluang terjadinya konflik antara pemilik meteran dan penumpang dalam hal pembayaran, artinya akan menambah beban RT dan RW dalam mendamaikan konflik di lingkungannya. 3. Kemungkinan terjadinya alat-alat yang menggunakan energi listrik sebagai sumber energinya seperti barang elektronik akibat terjadinya penggunaan listrik melebihi kapasitas yang terpasang yang berakibat putus skring pada meteran atau saklar meteran (MCB) kembali ke angka nol, dan masih banyak kemungkinan kerugian lain yang belum terungkap.

Adanya oknum PT PLN yang melakukan bisnis diluar kontrol.
Daya listrik yang didistribusi ke pelanggan dikendalikan melalui meteran dengan pemasangan saklar yang berfungsi sebagai skring/MCB. Daya yang disuplai tergantung dari nilai satuan arus (Amperre) pada MCB. Pemasangan MCB menggunakan segel khusus yang hanya di miliki oleh PT PLN. Apabila pelanggan menginginkan perubahan daya lsitrik, maka pelanggan secara resmi mengajukan permohonan ke PT PLN. Perubahan daya berpengaruh terhadap nilai pembayaran karena adanya perubahan komponen pembayaran seperti biaya beban dan sebagainya.
Pada prakteknya, tidak sedikit oknum PLN yang melayani perubahan daya diluar kontrol PT PLN. Bagi PT PLN sendiri sudah pasti dirugikan karena ini dapat dikategorikan pencurian strum. Kemungkinan kerugian juga dapat dirasakan oleh pelanggan lain karena kemampuan trafo pembangkit pada gardu terbatas sehingga memungkinkan daya yang masuk tidak memenuhi standar tegangan apalagi sampai di bawah batas toleransi, dapat berakibat mengganggu system pada berbagai peralatan yang menggunakan sumber energi listrik. Kemungkinan kerugian lain adalah bagi calon pelanggan karena tidak ada pemasangan baru karena alasan kapasitas mesin pembangkit sudah maksimal.
Uraian permasalahan di atas merupakan pekerjaan rumah bagi PT PLN dan Pemerintah guna mencari solusi terbaik dalam memecahkan masalah krisis listrik di Indonesia. Bagi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tulisan ini merupakan bentuk pengaduan, dan diharapkan YLKI dapat membantu konsumen agar tidak dirugikan akibat praktek monopoli yang dilakukan oleh PT PLN. Salah satu solusi yang ditawarkan agar PT PLN lebih hati-hati dalam melakukan pemadaman adalah sebaiknya pemberlakukan biaya beban tidak menggunakan perhitungan konstan, tetapi harus dihitung berdasarkan faktor koreksi pemadaman. Ilustrasi sederhananya sebagai berikut :
Misalkan biaya beban sebesar Rp. 30.000,00 maka rata-rata biaya beban perhari adalah Rp.1000,00. Jika pemadaman terjadi di satu wilayah selama batas waktu tertentu (misal : 2 atau 3 jam/hari atau tergantung kesepakatan) maka biaya beban harus dikurangi, senilai Rp. 1000,-/hari, dengan demikian PT PLN jelas akan meningkatkan kinerjanya atau akan berusaha untuk tidak melakukan pemadaman, atau menggunakan rumusan lain yang sekiranya tidak merugikan kedua belah pihak dan dapat meningkatkan kinerja PT PLN.

Rabu, 02 September 2009

MADU SUMBAWA

Pulau Sumbawa adalah salah satu gugus pulau di kepulauan sunda kecil yang terbagi menjadi beberapa provinsi. Pulau Sumbawa sendiri termasuk wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang terdiri dari dua pulau besar yaitu pulau Lombok dan pulau Sumbawa serta beberapa pulau kecil. Pulau Sumbawa memiliki berbagai potensi alam yang tidak kalah menarik dengan pulau-pulau lain di Indonesia. Berbagai predikat yang melekat seperti Madu Sumbawa dan Susu Kuda Liar Sumbawa yang dianggap memiliki berbagai khasiat untuk menjaga kesehatan dan pengobatan tradisional telah berhembus seantero nusantara dan bahkan mungkin seluruh dunia.


Madu Sumbawa merupakan madu alami yang dipetik oleh petani dari dalam hutan Sumbawa.Madu hasil pemetikan kemudian diproses sedemikian rupa tanpa sentuhan teknologi modern, sehingga sifat alami dari madu tersebut masih tetap terjaga. Madu Sumbawa merupakan hasil karya lebah madu dari hasil menghisap berbagai sari bunga yang terdapat di dalam hutan Sumbawa, sehingga cita dan rasa begitu khas dan keras berbeda dengan madu hasil lebah ternak.

Selain dari madu yang merupakan hasil panen, dari cara pemetikan madu oleh petani juga merupakan suatu keunikan yang memiliki nilai-nilai budaya primitive.Budaya primitive memiliki nilai jual terhadap sektor wisata yang secara ekonomi juga merupakan produk unggulan provinsi NTB pada umumnya. Semua tergantung dari kejelian pemerintah daerah di dalam membidik kearifan local manakah yang dapat di jual sebagai produk sektor wisata yang kemudian diberikan penguatan sehingga branding yang ada bukan tinggal cerita alias pepesan kosong. Kembali terhadap Madu Sumbawa, tidak menutup kemungkinan akan menjadi sesuatu yang langka jika penanganan serius tidak dilakukan didalam mengendalikan penebangan hutan yang wilayahnya semakin berkurang karena sifat tamak manusia.

Pelestarian hutan merupakan strategi sistemik yang memiliki dampak sangat kompleks terhadap kehidupan masyarakat Sumbawa. Pelestarian hutan dapat meningkatkan branding Sumbawa sebagai pusat madu alam yang berkhasiat bagi kesehatan disamping itu sekaligus cagar budaya bagi teknologi primitive masyarakat Sumbawa yang khas jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Indonesia. Iklim yang panas dipulau Sumbawa, hutan menjadi andalan untuk mengurangi pemanasan diseluruh wilayah pulau Sumbawa apalagi dengan adanya global warming (pemanasan global) dengan demikian efek dari pemanasan global sedikit tidak dapat dikurangi atau bila perlu tidak memiliki pengaruh sama sekali. Rendahnya curah hujan di pulau Sumbawa, hutan merupakan depo untuk sumber air yang menguasai hajat hidup masyarakat Sumbawa. Hutan juga sangat mendukung terhadap sektor pertanian baik langsung ataupun tidak langsung seperti pertanian kopi yang membutuhkan tanaman pelindung, dan masih banyak manfaat lainnya.
Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat Sumbawa juga tidak terlepas dari pengaruh perubahan. Jumlah penduduk yang semakin meningkat karena adanya pertambahan jumlah kelahiran serta adanya migrasi penduduk yang disebabkan semakin lancarnya transportasi yang telah memecah Sumbawa dari keterisoliran sangat memungkinkan adanya transkulturasi yang secara alami akan berpengaruh terhadap system budaya. Apakah ini sebuah ancaman, semua tergantung bagaimana cara menyikapinya. Jika dikaitkan dengan pertumbuhan sektor wisata, dinamika yang terjadi justru sangat mendukung untuk tumbuhnya sektor wisata serta semakin cepatnya arus bolak-balik penduduk dapat mempercepat proses penyebaran informasi. Pengenalan budaya local terhadap dunia luar akan lebih dekat karena meningkatnya kunjungan turis baik domestic maupun mancanegara, yang berarti juga branding Sumbawa dengan khas madunya akan lebih mencuat ke permukaan. Ketika Malaysia sibuk dengan membajak budaya Indonesia, mengapa pemerintah daerah tidak memberdayakan potensi daerah dengan semakin meriahnya pernak-pernik budaya daerah Indonesia hanya dikarenakan proteksionisme yang berlebihan, justru tidak memandangnya sebagai potensi daerah dalam mendukung sektor wisata dan akhirnya menjadi akar budaya bangsa yang eksklusif dan statis.

Selasa, 18 Agustus 2009

PERCATURAN POLITIK DAN POLITIK PERCATURAN


Catur adalah permainan yang mengandalkan olah otak dalam bermain. Uniknya dalam permainan ini menggambarkan pertempuran dua kerajaan yaitu kerajaan “Putih” dan kerajaan “Hitam”. Berbeda dengan ilmu hitam dan ilmu putih dalam dunia klenik perdukunan. Warna hitam dan putih di dalam catur dipergunakan hanya untuk membedakan buah yang dimainkan oleh para pecatur, sekalipun dalam beberapa aturan permainan kenyataan warna hitam dipojokkan karena buah putih dalam pembukaan awal permainan selalu melangkah lebih dulu, entah ini secara kebetulan atau sejarah catur lahir dari kalangan orang berkulit putih, sehingga sentimen warna terasa dominan dalam permainan catur. Permainan catur sangat kompleks dengan strategi, sehingga dalam kamus politik Indonesia, konstelasi politik pun diibaratkan dengan istilah “Percaturan Politik”.

Sejak tanggal 9 Agustus 2009 dan berakhir pada tanggal 15 Agustus 2009, di Kota Bima yang terletak di ujung timur pulau Sumbawa Provinsi NTB telah berlangsung Turnamen terbuka Catur tingkat Nasional yang dihadiri Master-Master baik tingkat Nasional sampai Grand Master seperti Susanto Megaranto, H.Ardiansyah, Utut Ardianto, dan bahkan Master FIDE dari Negara Jiran Malaysia datang untuk memperlihatkan kebolehannya dalam mengolah otak untuk saling mengalahkan permainan catur. Turnamen ini dilaksanakan disamping sebagai ajang untuk memperkenalkan Kota Bima sebagai salah satu Kota Wisata di kawasan Timur Indonesia yang sekaligus dirangkaikan dengan peringatan HUT Kemerdekaan RI yang ke 64.


Menariknya, dalam sambutan Utut Ardianto yang hadir atas nama PB PERCASI Pusat, mengatakan bahwa turnamen tersebut adalah turnamen terbuka dengan hadiah terbesar saat ini dalam sejarah Catur Indonesia yaitu Rp 50 Juta (Lima Puluh Juta Rupiah) untuk Juara I, dan total hadiah 200 Juta lebih. Turnamen sebelumnya sekalipun dilaksanakan di Jakarta hanya menyediakan hadiah untuk Juara I sebesar Rp. 15 Juta (Lima Belas Juta Rupiah). Kemudian Utut merasa tertantang, apalagi setelah mengikuti perhelatan pilihan legislatif dan ternyata terpilih atas nama rakyat untuk duduk di kursi empuk gedung DPR Pusat. Utut prihatin dengan kondisi kehidupan pecatur Indonesia yang kurang mendapat perhatian atau kelayakan sebagaimana atlit atau olahragwan lain. Utut mengatakan demikian tentunya tidak asal bunyi, karena selama ini aktif berkecimpung di PB PERCASI, sehingga tahu persis kondisi keuangan organisasi yang namanya PERCASI tersebut.

Keberanian Walikota Bima mengangkat Catur sebagai olah raga otak menjadi olah raga bergengsi adalah langkah yang tepat dalam rangka apresiasi terhadap permainan yang sangat merakyat ini. Kenyataan bahwa catur ada dimana-mana terutama di negara yang mayoritas rakyatnya adalah kaum elit alias ekonomi sulit. Catur ada di terminal, ada di emperan, ada di sudut pasar, ada di pos ronda, pos polisi, pos jaga tentara dan masih banyak tempat yang komunitasnya kebanyakan menyukai permainan catur. Hal ini terjadi karena catur adalah permainan yang digemari masyarakat disamping karena harganya yang sangat murah. Secara politis juga sangat menguntungkan apabila dimanfaatkan sebagai media komunikasi politik terutama untuk merebut hati rakyat. “Gens Una Sumus” adalah motto bagi pecatur yang artinya “Kita adalah satu keluarga”. Bagi seorang pemimpin yang benar-benar empati terhadap penderitaan rakyat serta merakyat dalam kepemimpinannya, maka motto seorang pecatur sangat pas untuk diadopsi dan biasanya pemimpin tersebut menyukai permainan catur (walaupun hanya sekedar hobby).


Gebrakan Walikota Bima dan pernyataan Utut Ardianto adalah merupakan langkah maju dalam dunia olah raga otak yang selama ini kurang mengundang minat sponsor karena sedikit memiliki nilai promosi terhadap produk. Jika dicermati, catur sebenarnya dapat dijadikan indicator untuk mengetahui semangat berfikir bagi masyarakat dengan asumsi semakin banyak pecatur disuatu wilayah maka semakin banyak pula masyarakat yang menyukai berfikir dalam berbagai hal, dengan demikian berpotensi untuk melahirkan para ilmuwan dalam berbagai disiplin ilmu. Catur juga berlatarbelakang permainan terhormat, karena merupakan permainan para raja dan panglima perang.
Harapan ke depan adalah para politisi dari pusat sampai daerah sebaiknya mempertimbangkan dan meninjau kembali semua kebijakannya jika masih menganaktirikan catur, dan jangan sekedar politik dijadikan permainan catur atau memasuki arena percaturan politik, tetapi juga harus berpolitik dengan permainan catur atau memasuki arena politik percaturan untuk meraih simpati masyarakat. Dengan demikian dapat terpilih dalam pileg, pilbub, pilgub, maupun pilpres atau mempertahankan sebagai juara bertahan dalam pileg, pilbup, pilgub dan pilpres.

Senin, 03 Agustus 2009

REVITALISASI PUSKESMAS

Oleh : Agus Supeno

Pada tahun 2004, Menteri Kesehatan telah menerbitkan SK Menkes Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 yang dalam pendahuluan telah mengidentifikasi berbagai masalah pelaksanaan Puskesmas dari sejak awal berdirinya Puskesmas pada tahun 1968 hingga tahun 2004 ketika implementasi Undang-Undang Otonomi Daerah mulai menyeluruh dilaksanakan di seluruh Indonesia. Adapun masalah yang dihadapi sesuai termaktub dalam pendahuluan (Depkes, 2004) antara lain :

1.Visi, misi dan fungsi Puskesmas belum dirumuskan secara jelas, sehingga pelaksanaan program Puskesmas dan keterkaitannya dengan program pembangunan kesehatan secara keseluruhan belum optimal.
2.Beban kerja Puskesmas sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kurang berjalan. Kedua, karenan DInas Kesehatan Kabupaten/Kota yang sebenarnya bertanggungjawab penuh terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan secara menyeluruh di wilayah kabupaten/kota lebih banyak melaksanakan tugas-tugas administrative.
3.Sistem manajemen Puskesmas yakni Perencanaan (P1) yang diselenggarakan melalui mekanisme Perencanaan Mikro (micro planning) yang kemudian menjadi Perencanaan tingkat Puskesmas, penggerakan pelaksanaan (P2) yang diselenggarakan melalui Lokakarya Mini serta pengawasan, pengendalian dan penilaian (P3) yang diselenggarakan melalui mekanisme Stratifikasi Puskesmas yang kemudian menjadi Penilaian Kinerja Puskesmas, dengan berlakunya prinsip otonomi perlu disesuaikan.
4.Pengelolaan kegiatan Puskesmas, meskipun telah ditetapkan merupakan aparat daerah tetapi masih terlalu bersifat sentralsitik. Puskesmas dan daerah tidak memiliki keleluasaan menetapkan kebijakan program yang sesuai dengan kebutuhan masayarakat setempat, yang tentu saja dinilai tidak sesuai lagi dengan era desentralisasi.
5.Kegiatan yang dilaksanakan Puskesmas kurang berorientasi pada masalah dan kebutuhan kesehatan masyarakat setempat. Selama ini setiap Puskesmas dimanapun berada menyelenggarakan upaya kesehatan yang sama.
6.Keterlibatan masyarakat yang merupakan andalan penyelenggaraan pelayanan kesehatan tingkat pertama belum dikembangkan secara optimal. Sampai saat ini Puskesmas kurang berhasil menumbuhkan inisiatif dan rasa memiliki serta belum mampu mendorong kontribusi sumber daya dari masyarakat dalam penyelenggaraan upaya Puskesmas.
7.Sistem pembiayaan Puskesmas belum mengantisipasi arah perkembangan ke depan, yakni system pembiayaan pra-upaya untuk pelayanan kesehatan perorangan.

Hasil identifikasi masalah tersebut yang sebenarnya timbul dari fakta dilapangan dari sebelum otonomi daerah hingga pelaksanaan otonomi daerah yang juga merupakan prediksi sebagai akibat adanya kekhawatiran dampak negative otonomi daerah dalam pengembangan Puskesmas ke depan. Terlepas terbukti atau tidak, maka pada era desentralisasi sekarang ini untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal di Puskesmas baik pelayanan gedung dan pelayanan diluar gedung, sangat dibutuhkan komitmen pemerintah daerah secara komprehensif dan sinergis dalam mengambil kebijakan di bidang kesehatan.

Komitmen Komprehensif

Peranan eksekutif dan legislative dalam era otonomi daerah relative luas jika dibandingkan dengan era sebelum otonomi daerah. Peranan luas ini bisa menjadi paradoks dari apa yang sudah dibangun sebelumnya. Ruang keputusan (Decision Space) semakin lebar justru dapat untuk memutuskan hal-hal yang lebih bersifat unrasional.Oleh sebab itu perlu adanya komitmen komprehensif oleh pemerintah daerah yang harus dibangun antara lain :

1. Profesionalisme dan kompetensi sebagai pertimbangan wajib dalam penempatan SDM di Dinas Kesehatan (Fit and Proper Test oleh lembaga independent adalah jawaban yang paling rasional) mengingat bahwa Bab II Keputusan Menkes No 128/Menkes/SK/II/2004, Konsep dasar puskesmas (Depkes, 2004) menyebutkan Puskesmas hanya bertanggungjawab untuk sebagian upaya pembangunan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, sehingga pengaruh dinas kesehatan sangat kuat terhadap operasional UPTD Puskesmas.
2. Pemerintah daerah harus menempatkan SDM di Puskesmas secara proporsional berdasarakan pertimbangan kebutuhan tenaga kesehatan minimal (akan lebih mudah apabila stratifikasi benar-benar dilaksanakan), sehingga kemungkinan terjadinya kekurangan tenaga sebagai akibat distribusi yang terkonsentrasi pada wilayah tertentu karena adanya kemudahan mutasi dikarenakan pertimbangan asal petugas.
3. Pemerintah daerah/pusat (BKD/BKN) harus mempertimbangkan dalam penempatan jabatan structural baik di dinas maupun di puskesmas tidak diisi oleh tenaga fungsional, karena akan memperuncing konflik yang disebabkan adanya kecemburuan dari sisi kepangkatan dan kesempatan. Secara umum tenaga fungsional jenjang kepangkatan lebih tinggi dari tenaga kesehatan yang nonfungsional dan structural, sehingga peluang karir tenaga nonfungsional semakin tertutup seperti panggang jauh dari api.
4. Punishment yang tegas dalam system kepegawaian karena pada dasarnya jumlah tenaga kesehatan semakin meningkat jumlahnya dan terjadi antrian panjang. Hal ini akan lebih mudah dan lebih efektif jika menggunakan tenaga kontrak terutama dalam pemberhentian ataupun perekrutan sehingga terjadi persaingan yang lebih kompetitif, karena apabila petugas tidak bekerja secara optimal, pemerintah dapat dengan mudah mengganti dengan tenaga yang lebih produktif.

Apabila komitmen ini dapat diterapkan, maka untuk pelaksanaan revitalisasi Puskesmas dapat berjalan dengan lancar. Secara umum pemerintah baik pusat maupun daerah telah mengucurkan dana yang cukup besar dalam pemenuhan fasilitas dan infra struktur yang memadai.

Komitmen pemenuhan anggaran kesehatan secara politik sangat menguntungkan baik bagi masyarakat ataupun stakeholder (jabatan politik) karena memiliki nilai promotif dalam upaya melanggengkan kekuasaan. Akan tetapi yang sulit disadari, bahwa kemampuan SDM perencanaan memiliki pengaruh besar dalam penggunaan anggaran secara efektif dan efisien, hal ini di dukung hasil penelitian yang membuktikan bahwa lemahnya kemampuan sebagian petugas kesehatan dalam berbagai aspek proses perencanaan khususnya pada kabupaten/kota merupakan salah satu kendala dalam implementasi desentralisasi di bidang kesehatan (Bakri, 2001). Demikian juga penelitian Sukarna dan kawan-kawan (2006) di Dinas Kesehatan Kabupaten Muna dalam kesimpulannya juga mengatakan bahwa dinas kesehatan tidak mampu mengalokasikan anggaran sesuai kebutuhan disebabkan SDM perencana belum memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai untuk mengalokasikan anggaran.

Pada dasarnya kebijakan dasar Puskesmas yang tertuang dalam SK Menkes Nomor 128/Menkes/SK/II/2004 adalah sesuatu yang sangat ideal, ini dapat terwujud jika semua pemerintah daerah memiliki komitmen bersama untuk membatasi intervensi politik dalam upaya pembangunan bidang kesehatan.

Daftar Pustaka

Bakri, H. (2001) Penguatan Sistem Perencanaan di Kabupaten/Kota [File Komputer]

Sukarna, L.A., Budiningsih,N., dan Riyarto Sigit (2006). Analisis Kesiapan Dinas Kesehatan dalam Mengalokasikan Anggaran Kesehatan pada Era Desentralisasi. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, vol.9 (1) Maret, halaman 10-18.

Departemen Kesehatan RI. (2004) Keputusan Menkes RI Nomor: 128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (2002a) ARRIME Pedoman Manajemen Puskesmas. Jakarta.

Jumat, 31 Juli 2009

JOGJA KEMBALI

KETIKA LULUH LANTAK DALAM KOBARAN REVOLUSI
SEMANGAT RAKYAT MELENGGANG DI CAKRAWALA
SEGELINTIR ILMUWAN DAN ILMUWATI, SEGELINTIR PAKAR
SEGELINTIR CENDEKIAWAN.......YANG BANYAK HANYA
MEREKA YANG MENIMANG PACUL DAN CAMBUK PENGHALAU TERNAK
DI ANTARA PAGI DAN SENJA.....MALAM BUKAN PULA MELEPAS PENAT
ENTAH APA YANG AKAN DIKATAKAN REMBULAN PADANYA
MEREKA YANG HIDUP DENGAN VISI SEHARI
MAKAN TIWUL APA MAKAN UBI
TETAPI JOGJAKU TETAP KEMBALI

SETENGAH ABAD BERLALU..........TERSISA SAKSI BISU
YANG DISELIMUTI DEBU
SEMANGAT RAKYAT MELENGGANG JADI TONTONAN
PARA KEPARAT .......
HARA KIRI KEMBALI TERJADI ......
BUKAN MELAWAN PENJAJAH ASING YANG BAU PESING
TAPI MELAWAN TANGIS BOCAH TAK BERDOSA
YANG HARAPANNYA TINGGAL TATAPAN HAMPA
ADA DI SUDUT PASAR, ADA DI PRAPATAN, ADA DI EMPERAN
ADA DI......GUNUNG KIDUL, ADA DI BANTUL, DI SLEMAN
SEGUDANG ILMUWAN DAN ILMUWATI, SEGUDANG PAKAR, SEGUDANG CENDEKIAWAN
DAN JOGJAPUN TETAP KEMBALI................
KEMBALI TERPURUK...........AMBRUK..........BRUK
LIHATLAH ....GATOT KACA KINI TIDAK BERDAYA
KURAWA MENEPUK DADA
PULUHAN SENGKUNI LEHA-LEHA BEREBUT LAPTOP
KETIKA RAKYAT MENGAIS DI RERUNTUHAN PUING-PUING
KAPAN JOGJAKU KEMBALI.......
JOGJA, 7 MEI 07

Korupsi di Indonesia seperti Fenomena Gunung Es

Korupsi di Indonesia adalah masalah yang sangat serius dan membutuhkan pemikiran keras dalam upaya memberantasnya. Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk berdasarkan UU No. 30 tahun 2002 sebagai lembaga independent merupakan bukti keseriusan Pemerintah dalam upaya memberantas korupsi. Beberapa tahun belakangan KPK telah menunjukkan prestasi yang positif ini terbukti dengan tertangkapnya beberapa koruptor yang notabene merupakan orang-orang penting di negeri ini. KPK berhasil menepis isu “ Tebang Pilih” dalam pemberantasan korupsi, dan indicator pentingnya adalah penangkapan Aulia Pohan yang tergolong merupakan orang dekat Presiden (Besan Presiden RI).

KPK dalam beberapa tindakannya juga telah membuktikan sebagai lembaga yang benar-benar kredibel dan dapat dipercaya. Ranah DPR, Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman yang pada masa sebelum reformasi dianggap sebagai ranah sakral dan kebal hukum ternyata KPK telah memasukinya untuk memburu koruptor yang bercokol dalam lembaga-lembaga tersebut.

Keberhasilan KPK dalam mengungkap berbagai kasus korupsi di Indonesia menimbulkan beberapa pertanyaan. Apakah korupsi di Indonesia akan tuntas atau apa yang telah dilakukan oleh KPK merupakan suatu permulaan dari sebuah upaya yang sudah cukup menelan biaya banyak dalam memberantas korupsi ?. Pernyataan berbagai lembaga survey korupsi baik yang berkapasitas Internasional ataupun nasional tentang buruknya korupsi di Indonesia dan mencuatnya berbagai pemberitaan di media masa kemudian dengan adanya tuntutan keseriusan pemberantasan korupsi di daerah-daerah yang dilakukan oleh masyarakat, hal itu semua mengindikasikan adanya suatu “fenomena gunung es” terhadap masalah korupsi di Indonesia.

Pengungkapan korupsi saat ini diasumsikan sebagai puncak gunung es di tengah laut yang tampak hanya ujungnya, akan tetapi yang tidak tampak sebenarnya sangatlah besar. Artinya bahwa pekerjaan rumah KPK sangat banyak dan perjalanan dalam menuntaskan pemberantasan korupsi masih panjang. Kekhawatirannya adalah jika koruptor di Indonesia memiliki semboyan “gugur satu tumbuh seribu” yang dikarenakan lemahnya supremasi hukum. Sebuah ilustrasi sederhana berikut dapat memberikan gambaran mengapa koruptor tidak kapok dan hukuman dia dapatkan tidak menimbulkan efek jera pada koruptor baik yang sudah tertangkap maupun belum terungkap.

Apabila seseorang pejabat di Departemen Kesehatan misalkan melakukan korupsi sebesar lima milyar rupiah (Rp. 5 M) dalam pengadaan alat kesehatan dan kemudian di depositokan, maka bunga deposito lebih dari cukup untuk pensiun jika tertangkap dan harus mendekam di hotel prodeo selama lima tahun yang ternyata hanya dilakoni tiga tahun, karena dipotong berbagai prestasi selama menjalani masa hukuman seperti berkelakuan baik, remisi pada hari raya, remisi hari besar nasional, atau yang lebih ekstrim lagi adalah lancarnya upeti kepada sipir penjara yang bergaji sangat kecil. Penghasilannya tidak bisa menutupi kebutuhan sehari-hari karena anaknya yang sedang kuliah di fakultas hukum membutuhkan biaya relatif besar. Dengan demikian hotel prodeo pun disulap menjadi hotel berbintang.

Ilustrasi di atas bukan sesuatu yang mustahil terjadi di Indonesia, dan lebih pantas disebut sebagai lingkaran setan yang terjadi dalam system pemerintahan Indonesia. Dalam konsep New Public Management menurut Mahmudi (2005), yang menjadi masalah dalam penerapan di negara berkembang seperti Indonesia salah satunya adalah lemahnya penegakan hukum. Alasan yang sama juga berpotensi sebagai penyebab mewabahnya korupsi di Indonesia. Proses tender, proHarapan publik saat ini hanya pada lembaga Independent seperti KPK dan LSM, karena publik telah kehilangan kepercayaan kepada lembaga-lembaga kontrol pemerintah. ses legislasi, merupakan lahan subur untuk tumbuhnya korupsi. Intervensi politik yang besar termasuk politisasi penyediaan pelayanan publik, pemberian kontrak kepada kroni-kroni penguasa (Mahmudi, 2005) merupakan faktor utama lainnya selain lemahnya penegakan hukum.

Regulasi pemerintah yang mengatur proses pengadaan barang dan jasa, diyakini belum dapat menekan tingkat kebocoran karena korupsi. Masih banyak celah kosong yang memberikan peluang untuk terjadinya kebocoran.dalam proses pelaksanaan tender di Pusat. Pada tingkat pusat, kemungkinan masih dapat untuk dilakukan kontrol terhadap celah-celah kosong tersebut terutama oleh pihak KPK. Sedangkan di daerah lembaga kontrol tidak berfungsi optimal bahkan boleh dikatakan mandul seperti inspektorat, BPKP, dan dari pihak masyarakat seperti LSM di daerah yang kekurangan financial sehingga justru terjadi paradoksal dari fungsi LSM itu sendiri. Permasalahan yang timbul justru karena proyek-proyek tersebut merupakan jatah dari gubernur, bupati/walikota, anggota dewan yang terhormat, dan kroni-kroni mereka, sehingga antara mereka sudah TST (Tahun Sama Tahu). Di sisi lain KPK jangkauannya terbatas sehingga hanya mengandalkan pengaduan yang sebenarnya kasus korupsi bukanlah delik aduan. Apakah adanya jaminan keamanan mutlak bagi si pelapor ?. Apakah berdampak langsung terhadap kesejahteraan si pelapor ?. Apakah tindakan yang mengandung resiko tinggi sesuai dengan imbalan yang di dapat bagi pelapor ?.

Korupsi di Indonesia berjalan secara sistematis, maka upaya pencegahan dan pemberantasannya adalah dengan memperbaiki sistem yang ada secara keseluruhan, atau memperbaiki komponen sistem secara gradual terutama dengan memotong mata rantai pada lingkaran setan. Harapan publik saat ini hanya pada lembaga Independent seperti KPK, LSM, serta Media Massa yang ada karena publik telah kehilangan kepercayaan kepada lembaga-lembaga kontrol pemerintah. Semoga KPK dapat meningkatkan prestasi, karena asumsi korupsi di Indonesia seperti “Fenomena gunung es” adalah realita saat ini yang tidak dapat dipungkiri.

Daftar Pustaka :

Dunn, W.N. (2000) Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hasibuan, M.S.P (2006) Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara. Jakarta.

Mahmudi (2005) Manajemen Kinerja Sektor Publik. Unit Penerbit dan Percetakan Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. Yogyakarta.

Muhadjir, H.N. (2000) Kebijakan dan Perencanaan Sosial Pengembangan Sumber Daya Manusia Telaah Cross Discipline. Rake Sarasin. Yogyakarta.

Minggu, 31 Mei 2009

Identitas Capres & Cawapres

Percaya atau tidak, ini kalau orang gila bicara tentang identitas capres dan cawapres. Indentitas dengan inisial masing-masing capres seperti JK-Win, Mega pro, dan SBY, semuanya terkait dengan perusahaan besar motor dunia yang pada saat ini menguasai pasar motor Indonesia. Sepertinya nama tersebut juga selaras dengan situasi dan kondisi pasar capres...percayakah anda ?

JK-Win : Win adalah produk Honda yang diproduksi kisaran tahun 90-an dan sekarang sudah tidak diproduksi lagi alias tergolong motor ceketer, sebagaimana JK adalah capres yang paling tua umurnya, ya....syukur-syukur masih laku atau masih ada suku cadangnya.

Mega Pro : Mega pro adalah produk Honda juga yang gedenya kira-kira segede ibu Mega (gedean dikit dibandingin Win), dimana termasuk produk andalan dari Honda untuk merebut pasar Indonesia. Sayangnya Megapro merupakan hasil modifikasi dari GL Pro, produk ini seangkatan dengan Honda Win yang diproduksi kisaran tahun 90-an, dan konsumen tahu kualitas serta kehandalannya. Salah satu kekurangannya adalah tidak semua medan bisa dilalui dengan baik. Kalo main babat pake yang satu ini resikonya tanggung aje sendiri.

SBY Berboedi : Suzuki Bersama Yamaha (SBY), merupakan gambaran dari sebuah kongsi besar (kira-kira koalisi dalam ranah politik) dua perusahaan motor raksasa yang sekarang ini sedang diuji eksistensinya dalam kondisi krisis global. Ini kan hampir sama dengan kondisi SBY saat ini yang dikerubuti partai-partai menengah di parlemen dan partai gurem yang gagal karena tidak sesuai ambang yang ditentukan untuk dapat kursi diparlemen.

Harus diakui Win dan Megapro hanyalah segelintir dari produk Honda, yah jelas ga ada apa-apanya dibandingin Suzuki bersama Yamaha yang notabene merupakan dua perusahaan besar yang memiliki produk mulai dari ceketer sampai motor mewah yang dinaiki rossi (tanya ama komeng kalo ga percaya!!!). Percaya atau tidak sebaiknya anda tidak percaya karena ini hanyalah analisis orang frustasi yang tidak ada kerjaan lain, kerjanya cuma menganalisis masalah orang-orang bermasalah di negeri ini, Indonesia Raya tercinta.

MARI KITA BUKTIKAN.......TUNGGU TANGGAL MAINNYA......


OK, ini adalah perkenalan saya kepada anda bagi yang mau membaca tulisan ini

-sugayes 2009-